Nonton Sakamoto Days Season 1 Episode 10 Review

Table of Contents

Nonton Sakamoto Days Season 1 Episode 10 Review

1. Seba & Tanaka

Seba dan Tanaka duduk di sebuah kursi taman. Tanaka mengeluhkan pekerjaannya yang hilang karena Sakamoto. Mendengar keluhannya, Seba pun mengusulkan ide untuk membuka kedai crepe, dan Tanaka setuju.

Menggunakan truk makanan, mereka mulai berjualan crepe. Namun, Tanaka mengeluh karena tidak ada pembeli yang datang. Untuk menghilangkan kebosanan, Seba mulai memasak crepe. Ia lalu memegang crepe di kedua tangannya dan memakannya sambil berdiri. Melihat crepe yang tampak lezat, Tanaka pun menjadi ngiler.

Tak lama kemudian, Hana, Aoi, dan Shaotang mendatangi truk makanan mereka untuk membeli crepe. Menyadari kehadiran Shaotang, Seba segera mengaktifkan wujud transparannya, sementara Tanaka buru-buru melumuri wajahnya dengan krim adonan.

Alhasil, Shaotang, Aoi, dan Hana terpukau melihat dua crepe melayang di udara di hadapan mereka, sementara sang penjual tampak mengenakan lumuran adonan di wajahnya.

Setibanya di rumah, Aoi, Hana, Shaotang, Sakamoto, Mashimo, dan Shin menikmati crepe sambil menonton berita di televisi. Berita tersebut menyoroti seorang penjual crepe yang mendadak viral karena keunikan dagangannya. Crepe yang tampak melayang di udara dan sang penjual dengan wajah tertutup adonan berhasil menarik banyak pembeli.

2. Yutaro Ingin Habisi Sakamoto

Sakamoto mengajak Hana, Aoi, Shaotang, dan Shin mengunjungi sento. Shin memberi tahu Sakamoto bahwa situasi bisa menjadi berbahaya jika ada pembunuh bayaran yang kembali memburunya. Saat ini, Shin akan kesulitan membantu karena tubuhnya masih lemah akibat kelelahan setelah pertarungan di laboratorium Okutabi.

Namun, Sakamoto menilai bahwa ada sesuatu yang tidak dipahami Shin saat masih aktif sebagai pembunuh bayaran. Ia menjelaskan bahwa, bagi seorang pembunuh bayaran kelas atas, beristirahat justru merupakan tugas utama. Oleh karena itu, ia mengajak Shin untuk menikmati waktu di sento, membiarkan tubuhnya rileks dan memulihkan stamina.

Sesampainya di sento, Sakamoto menghampiri Yutaro, penjaga tempat itu, dan memesan empat tiket untuk orang dewasa serta satu tiket untuk anak kecil. Yutaro sempat menatap wajah Sakamoto cukup lama karena merasa familiar.

Akhirnya, ia menyadari bahwa sosok di depannya adalah Sakamoto, pembunuh legendaris, setelah mendengar Shin memanggil namanya. Untuk memastikan, Yutaro bahkan melihat kembali poster buronan Sakamoto yang ia simpan, meyakinkan dirinya bahwa pria di depannya memang Sakamoto.

Setelah itu, Yutaro mengintip Sakamoto dan Shin yang sedang melepas pakaian di ruang ganti. Dalam hati, ia bergumam bahwa dirinya sangat tidak ingin menjadi penerus bisnis keluarga sebagai penjaga sento. Sebagai mantan pembunuh bayaran, ia melihat ini sebagai kesempatan untuk menaikkan reputasinya dengan menghabisi Sakamoto dan mengklaim hadiah 110 miliar rupiah. Yutaro pun bertekad menghabisi Sakamoto.

3. Yutaro Beraksi

Sakamoto dan Shin berendam di kolam jet bath untuk merasakan sensasi pijatan dari air. Yutaro menekan remote, mengaktifkan tekanan air dengan kekuatan yang mampu menghancurkan truk seberat tiga ton. Akibatnya, Shin terpelanting, tersapu oleh air seperti ombak laut. Namun, Yutaro terkejut saat melihat Sakamoto tetap duduk santai di kolam, menikmati tekanan air tersebut. Pemandangan itu membuat Shin, Yutaro, dan seluruh orang di ruangan terpukau.

Setelah itu, Sakamoto dan Shin memasuki sauna untuk merasakan suhu panas. Yutaro kembali menekan remote, kali ini menaikkan suhu hingga memicu kobaran api. Dari luar jendela, ia mengintip dan terkejut melihat Sakamoto tetap tenang menikmati panas ekstrem tersebut. Shin mencoba meniru Sakamoto, tetapi akhirnya tak berdaya. Sakamoto pun menggendongnya keluar dari sauna.

Sakamoto dan Shin kemudian berendam di kolam air dingin. Yutaro menekan remote sekali lagi, mengubah air menjadi bongkahan es yang membeku. Seketika, Shin menggigil hebat, tubuhnya perlahan membeku hingga menyerupai patung es. Sementara itu, Sakamoto tetap duduk dengan tenang, menikmati sensasi dingin yang membekukan tubuhnya dari ujung kaki hingga leher.

Terakhir, Sakamoto dan Shin duduk di lantai, membiarkan tubuh mereka diguyur air dari pancuran utaseyu yang mengalir deras di punggung mereka. Yutaro menekan remote untuk meningkatkan laju air hingga tekanannya luar biasa kuat. Akibatnya, tubuh Shin membungkuk tak kuat menahan tekanan, sebelum akhirnya terpelanting dari lantai. Namun, sekali lagi, Yutaro dibuat terkejut melihat Sakamoto tetap baik-baik saja, bahkan terlihat menikmatinya.

4. Yutaro Bertemu Teman Lama

Keluar dari ruang berendam, Sakamoto menggendong Shin yang pingsan dan mendatangi Aoi, Shaotang, serta Hana yang sudah lebih dulu selesai. Ia lalu meletakkan Shin di kursi sebelum pergi membeli es krim. Setelah itu, Shaotang dan Sakamoto bermain bola pingpong, sementara Hana menyaksikan dengan penuh semangat.

Sementara itu, Yutaro memandangi Sakamoto dengan geram. Pikirannya melayang ke masa lalu—ketika ayahnya memintanya mewarisi sento. Namun, Yutaro menolak dan lebih memilih menjadi pembunuh bayaran. Ia bahkan kabur dari rumah, diiringi teriakan ayahnya yang menyebutnya lemah dan tidak akan pernah bisa menjadi pembunuh bayaran. Kini, kembali ke momen ini, Yutaro akhirnya sadar bahwa dirinya takkan mampu membunuh Sakamoto.

Tak lama setelah itu, Panjul dan Arul—rekan lamanya saat masih menjadi pembunuh bayaran—berkunjung ke sento dan menyapa Yutaro. Mereka terkejut melihat Yutaro, yang dulu bermimpi menjadi orang besar, kini hanya menjadi penjaga pemandian. Saat diejek, Yutaro membentak mereka, menegaskan bahwa itu bukan urusan mereka. Namun, Panjul yang tak terima langsung melayangkan pukulan ke wajah Yutaro hingga ia terjatuh.

Panjul lalu menginjak punggung Yutaro yang tertelungkup di lantai. Ia dan Arul yakin bahwa seorang pecundang seperti Yutaro, yang bahkan tak becus sebagai pembunuh bayaran, memang pantas menjadi pewaris pemandian sento bobrok ini. Yutaro berusaha membela diri, meminta mereka untuk tidak menghina tempat peninggalan ayahnya. Namun, Panjul dan Arul justru semakin meledeknya, menertawakan sento itu sambil tertawa terbahak-bahak.

5. Sakamoto Tolong Yutaro

Sakamoto yang mendengar keributan di belakangnya memukulkan bola pingpong tanpa menoleh. Bola itu tepat mengenai kepala Panjul, membuatnya terpental dan pingsan. Arul, yang panik, langsung mencengkeram pipi Yutaro dan menuntut penjelasan tentang apa yang telah ia perbuat terhadap Panjul.

Namun, Sakamoto dengan santai melempar stik es krim ke arah Arul. Stik itu mengenai bajunya, membuatnya terlempar menabrak kulkas. Arul tergantung di sana, lalu pingsan dengan stik tertancap di kaca kulkas.

Yutaro mendekati Sakamoto dengan rasa bersalah dan bertanya apakah Sakamoto sudah menyadari bahwa ia sempat berusaha membunuhnya. Sakamoto dengan tenang menjawab, Sento milikmu sangat bagus dan inovatif. Setelah itu, ia pun melangkah pergi bersama keluarganya.

Mendengar pujian itu, Yutaro tersenyum. Sudah lama ia tidak mendapat pengakuan dari orang lain—terlebih dari seorang mantan pembunuh legendaris seperti Sakamoto. Perasaan senang pun menyelimuti dirinya.

Tanpa ragu, Yutaro segera menelepon ayahnya. Ia mengaku bersedia mewarisi sento dan berhenti menjadi pembunuh bayaran karena sadar bahwa jalan itu bukan untuknya. Namun, jawaban sang ayah membuatnya terkejut. 'Apa? Tidak boleh? Sekarang sudah terlambat?' tanyanya dengan keheranan.

6. Lu Wutang

Di sebuah restoran, Sakamoto, Shin, dan Shaotang duduk bersantai sambil menyantap makanan. Saat mendengar Shaotang bercerita bahwa sejak kecil makanannya selalu disiapkan oleh koki, Shin tersadar bahwa Shaotang adalah putri dari bos mafia. Ia pun penasaran apakah selama di Jepang, Shaotang tidak pernah menghubungi keluarganya di Tiongkok.

Shaotang mengaku betah menjalani hidup santai di Jepang karena sejak awal ia tidak menyukai dunia mafia dan tidak berminat kembali ke dalamnya. Sakamoto mengangguk setuju.

Tiba-tiba, dua mafia Tiongkok muncul di belakang Shin dan Sakamoto. Junaidi menodongkan pistol ke kepala Shin, sementara Wutang melakukan hal yang sama kepada Sakamoto. Namun, saat Wutang menarik pelatuk, Sakamoto dengan sigap menangkap pelurunya menggunakan garpu, menghentikan tembakan dalam sekejap. Shin pun segera merebut pistol Junaidi dan menyikut wajahnya hingga terjatuh.

Sakamoto meraih bahu Wutang, yang berdiri di belakangnya, lalu membantingnya ke meja makan. Tanpa sengaja, tubuh Wutang menekan bel pemanggil pelayan. Atun, seorang pelayan, segera menghampiri dan bertanya apakah Sakamoto ingin memesan sesuatu. Dengan tenang, Sakamoto menjawab, "Soda melon."

Shaotang, yang melihat Wutang terbaring di meja makan mereka, segera mengenalinya. Ia terkejut mengetahui bahwa Wutang masih hidup. Wutang pun segera bangkit, duduk di atas meja makan, lalu berkata, "Sudah lama tidak bertemu, Nona Shaotang."

7. Wutang Ingin Shaotang Jadi Pimpinan Mafia

Wutang kemudian duduk di kursi samping Shin, berhadapan dengan Shaotang. Ia memberi tahu Shaotang bahwa sejak kedua orang tuanya tewas dihabisi oleh Perusahaan Dan, Klan Lu tidak lagi memiliki pemimpin. Wutang pun meminta Shaotang kembali ke Tiongkok untuk memimpin Klan Lu.

Dengan tatapan sinis, Wutang memandang Sakamoto dan Shin, lalu menyatakan bahwa Shaotang seharusnya tidak bergaul dengan pembunuh bayaran rendahan seperti mereka. Shaotang menatap Wutang, yang masih sibuk memandangi Sakamoto dan Shin, lalu berkata tegas di depan wajahnya. Ia menyatakan bahwa dirinya tidak ingin menjadi mafia dan tidak peduli siapa pun yang dipilih sebagai pemimpin Klan Lu.

Saat Wutang akhirnya menoleh dan berhadapan langsung dengan wajah Shaotang, ia tiba-tiba mimisan dan menyemburkan darah ke wajah Shaotang. Wutang tak mampu menahan pesona wajah imut Shaotang.

Sembari Shin mengelap darah di wajah Shaotang, Shaotang teringat masa lalunya dan mulai menceritakannya kepada Sakamoto dan Shin. Sejak kecil, ia tidak pernah tahu alasan Wutang selalu mengikuti setiap aktivitasnya. Hal itu membuatnya risih, seolah sedang diawasi oleh seorang penguntit—bahkan hingga ia beranjak remaja.

Shaotang pun menyimpulkan bahwa Wutang hanyalah seorang konselor mesum, alias penasihat mafia yang berlagak sebagai pelindungnya. Di sisi lain, Wutang dalam hati meyakini bahwa Shaotang sebenarnya sadar akan usahanya melindunginya selama ini. Namun, Shin yang membaca pikirannya hanya bisa merasa konyol dan menilai bahwa Wutang memang tidak beres.

8. Tantangan Wutang ke Sakamoto

Shaotang menegaskan kepada Wutang bahwa ia tidak akan kembali ke dunia mafia. Kini, ia merasa bahagia menjadi karyawan toserba Sakamoto. Wutang memahami bahwa untuk merebut Shaotang kembali, ia harus menyingkirkan Sakamoto yang menghalangi jalannya. Shin, yang menyadari ketegangan itu, langsung menyatakan kesiapannya untuk berkelahi dengan Wutang demi menyelesaikan masalah.

Wutang kemudian menantang Sakamoto dan Shin untuk menyelesaikan masalah dengan cara mafia. Ia mengajukan sebuah kesepakatan. Jika mereka berhasil mengalahkannya, Wutang akan memberikan informasi tentang sosok yang menaruh hadiah buronan atas Sakamoto. Namun, jika mereka kalah, Shaotang harus diserahkan kepadanya.

Sakamoto dengan tegas menolak tantangan tersebut. Ia menegaskan bahwa ia tidak akan pernah menyerahkan Shaotang kepada Wutang. Namun, sebelum Wutang sempat menanggapi, Shaotang justru menyatakan bahwa ia menerima tantangan itu.

Shin segera menegur Shaotang, mengingatkan bahwa jika Sakamoto kalah, ia akan terpaksa kembali ke dunia mafia. Namun, Shaotang menjawab dengan penuh keyakinan bahwa sebagai karyawan toserba Sakamoto, ia siap mengerahkan segenap jiwa dan raganya untuk membantu menemukan dalang di balik harga buronan Sakamoto.

Malam harinya, Sakamoto, Shin, dan Shaotang mengikuti Wutang menuju suatu tempat. Dalam perjalanan, Shin merasa penasaran dengan apa yang dimaksud Wutang sebagai cara mafia dalam menyelesaikan masalah. Namun, Wutang hanya diam.

Sesampainya di tempat tujuan, Wutang menyuruh Sakamoto dan Shin berganti pakaian di sebuah tempat kumuh, tempat yang telah disiapkan setelan jas dan dasi untuk mereka, menggantikan celemek yang sedang mereka kenakan. Sementara itu, Shaotang dipersilakan berganti pakaian di tempat yang lebih mewah, di mana sebuah gaun telah disediakan untuknya.

9. Kasino

Wutang, yang juga mengenakan setelan jas, membuka pintu dan mengajak Sakamoto, Shaotang, dan Shin memasuki kasino bawah tanah. Ruangan itu dipenuhi banyak orang. Wutang menjelaskan bahwa tempat tersebut adalah ajang bersosialisasi bagi mereka yang berkecimpung di dunia gelap, sebuah tempat yang dipenuhi hasrat dan uang. Saat itu, Shaotang menyadari bahwa di kasino, kekuatan fisik Sakamoto dan Shin tidak lagi berguna.

Wutang lalu menyuruh dua anak buahnya membawa sebuah koper dan menyerahkannya kepada Sakamoto. Koper itu berisi chip senilai 3,3 miliar rupiah, yang diberikan secara cuma-cuma. Wutang kemudian memberi tahu Shin dan Sakamoto bahwa tantangan yang ia maksud adalah cara mafia dalam bertaruh. Siapa yang bisa menghasilkan lebih banyak uang di kasino antara Wutang melawan Shin dan Sakamoto, dialah pemenangnya.

Setelah menyampaikan tantangannya, Wutang pergi bersama dua anak buahnya, meninggalkan tim Sakamoto. Sebelum pergi, ia meminta tim Sakamoto bersiap karena pertandingan akan dimulai dua jam lagi.

Sakamoto berusaha menenangkan Shaotang, yang tampak khawatir dengan perjudian. Ia mengingatkan bahwa Shin memiliki kemampuan membaca pikiran. Mendengar itu, Shaotang merasa lebih optimis. Ia yakin bahwa jika mereka bisa membaca pikiran bandar dan tamu lainnya, mustahil mereka akan kalah. Namun, Shin tiba-tiba mengaku bahwa ia sama sekali tidak mengetahui aturan kasino. Sakamoto pun mengakui hal yang sama. Shaotang langsung panik.

10. Bakat Judi Wutang

Shaotang menyadari bahwa Wutang memang lemah dalam pertarungan, tetapi ia cukup cerdik. Meskipun klan Lu mengagungkan ilmu bela diri dan kekuatan, seseorang dengan kecerdasan yang tajam tetap memiliki peluang untuk mengalahkan seorang ahli bela diri dan menjadi petinggi klan.

Wutang kemudian mempertaruhkan seluruh chip senilai 3,3 miliar rupiah dalam satu kali taruhan pada permainan roulette. Roda diputar, dan bola berhenti tepat di angka yang ia pilih. Para tamu terkesan melihat keberaniannya yang langsung bertaruh habis-habisan dan menang dalam satu putaran.

Sakamoto, Shin, dan Shaotang yang menyaksikan hal itu merasa kagum. Wutang berhasil memenangkan 9,9 miliar rupiah, tiga kali lipat dari modal awalnya. Sambil memegang chip, ia menatap tajam ke arah Sakamoto dan Shin yang berdiri di depannya, lalu dengan penuh keyakinan menyatakan bahwa ia akan merebut Nona Shaotang, mempertaruhkan segalanya untuk mewujudkannya.

Post a Comment