Nonton Sakamoto Days Season 1 Episode 11 Review

Table of Contents

Nonton Sakamoto Days Season 1 Episode 11 Review

1. Hitman vs Gambler

Di kasino, Shin, Shaotang, dan Sakamoto membuka koper berisi chip senilai 30 juta yen. Shin mulai membagikannya: Sakamoto mendapat 15 juta yen, Shin 10 juta yen, dan Shaotang 5 juta yen.

Shin yakin bahwa judi sepenuhnya bergantung pada keberuntungan, tetapi Shaotang tetap cemas. Ia mengingatkan bahwa Wutang adalah penasihat Klan Lu, seseorang dengan kecerdasan yang sudah pasti di atas rata-rata. Karena itu, ia meragukan bahwa Wutang menantang mereka berjudi hanya untuk mengandalkan keberuntungan.

Di meja judi, Wutang bermain poker sambil tersenyum. Ia membenarkan ucapan Shaotang dan memberi tahu tim Sakamoto yang tengah mengamatinya bahwa judi memang tampak bergantung pada keberuntungan.

Namun, menurutnya, permainan ini sebenarnya lebih mengandalkan perhitungan dan perang psikologis. Setelah itu, Wutang melakukan all-in dengan semua chipnya dan kembali memenangkan taruhan, membuat lawan-lawannya terkesan.

Wutang lalu berkata kepada tim Sakamoto bahwa dalam judi, kemenangan ditentukan oleh strategi, bukan keberuntungan. Sebaliknya, dunia mafia justru dipenuhi orang-orang nekat yang menyerahkan nasib mereka pada keberuntungan semata.

Mendengar pernyataan tersebut, Shaotang mengakui bahwa ia menyesal telah menerima tantangan Wutang. Ia pesimis tim Sakamoto bisa mengalahkannya dalam urusan judi.

Sakamoto pun menimpali, memberi tahu Wutang bahwa dunia mafia juga sama seperti judi. "Orang yang hanya mengandalkan keberuntungan akan mati lebih dulu."

2. Shin Menang Taruhan Poker

Shin duduk di meja judi dan bermain poker. Dealer membagikan dua kartu kepada setiap pemain, yaitu Shin, Junet, Bowo, dan Imah. Imah menyatakan call, Bowo menaikkan taruhan raise sebesar 2 juta yen, dan Junet menaikkan lagi sebesar 4 juta yen. Shin tidak mengerti istilah yang diucapkan lawannya. Melihat itu, Shaotang menghampiri Shin dan bertanya apakah ia masih ingat aturan bermain poker.

Shin merasa kesal dan memarahi Shaotang karena telah membocorkan kelemahannya bahwa ia baru belajar poker. Shaotang, yang juga kesal, berusaha merebut dua kartu dari tangan Shin agar bisa menggantikannya bermain. Junet dan Bowo tersenyum tipis, senang karena dugaan mereka benar—Shin hanyalah seorang amatir.

Namun, akibat perebutan kartu, kartu Shin terjatuh ke lantai. Junet dan Bowo terkejut saat melihat Shin memiliki kartu As dan King. Bowo kemudian memberi kode kepada Jamal bahwa Shin bisa mendapatkan straight, tetapi Jamal menenangkannya, yakin bahwa menggertak Shin akan membuatnya mundur.

Jamal menatap Shin dan berkata bahwa kartunya tidak mungkin mengalahkannya. Bowo kemudian menimpali, mengatakan bahwa mereka tidak akan menghentikan Shin jika ia ingin call. Namun, Shin hanya tersenyum, karena ia sudah membaca pikiran Jamal dan Bowo. Tanpa ragu, ia langsung menyatakan all-in dengan semua chipnya, membuat Jamal dan Bowo panik

Alhasil, Shin berhasil memenangkan keuntungan sebesar 12 juta yen. Dengan kemenangan itu, total chipnya yang semula 10 juta yen kini bertambah menjadi 22 juta yen.

3. Sakamoto Menang Taruhan Roulette

Sakamoto memasang taruhan dalam permainan roulette. Ia ingin mempertaruhkan seluruh chipnya, senilai 15 juta yen, dengan bertaruh bahwa bola akan berhenti pada warna merah. Namun, ia menyisakan satu chip yang tetap dipegangnya.

Tanpa sepengetahuannya, croupier berencana mencurangi permainan. Dengan perangkat elektromagnetik tersembunyi, croupier dapat mengontrol di mana bola akan berhenti. Saat ia memutar roulette bowl, ia tersenyum tipis—bola telah diatur untuk berhenti pada warna hijau, sesuai rencananya.

Namun, Sakamoto bertindak cepat. Tanpa ada yang menyadari, ia melempar chip yang digenggamnya. Kepingan itu mengenai turning handle pada roulette bowl, menambah sedikit putaran dan mengubah arah bola. Akibatnya, bola justru berhenti di warna merah.

Croupier terperangah, sementara para penonton takjub melihat kepercayaan diri Sakamoto dalam mempertaruhkan segalanya. Hasilnya, Sakamoto memenangkan keuntungan sebesar 14 juta yen. Total chipnya yang semula 15 juta yen kini bertambah menjadi 29 juta yen.

4. Bakat Menghafal Kartu Wutang

Saat Wutang sibuk duduk di meja judi dan bermain kartu blackjack, Anton menghampirinya. Ia berbisik bahwa tim Sakamoto terus menang dan mengumpulkan banyak chip. Anton mencurigai adanya kecurangan, tetapi Wu Tang hanya meminta Anton mengabaikannya karena ia sendiri sudah menduganya.

Wutang mulai menghitung kartu untuk memperkirakan kartu yang tersisa di dek. Ia mengamati kartu-kartu yang berserakan di meja dan menyimpulkan bahwa total hitungan saat ini adalah +4. Dealer kemudian bertanya, “Bagaimana?” Wu Tang menjawab, “Hit,” lalu mengambil satu kartu dari dek. Ketika ia mengungkapkan dua kartunya, hasilnya adalah blackjack—membuat para penonton terpukau.

Anton sebenarnya sudah menduga Wutang akan menggunakan kemampuannya dalam mengkalkulasi kartu saat bermain blackjack. Wutang memiliki daya ingat luar biasa yang memungkinkan dia mengingat semua kartu yang telah muncul. Dengan menghitung kemungkinan munculnya kartu bernilai sepuluh selanjutnya, Wutang bisa memastikan kemenangannya 100 persen.

5. Masa Lalu Wutang

Wutang teringat masa lalunya, saat ia masih bocah dan dikeroyok oleh tiga anak di sebuah gang sempit. Mereka menghajarnya karena Wutang telah merendahkan mereka dengan menyombongkan kecerdasan otaknya. Tiga bocah itu meyakini bahwa kekuatan fisik adalah segalanya di dunia mafia, dan orang selemah Wutang takkan dibutuhkan di Klan Lu.

Namun, tiba-tiba Shaotang menendang salah satu bocah, membuat mereka bertiga ketakutan dan lari terbirit-birit. Mereka tak ingin berurusan dengan putri pimpinan Klan Lu.

Saat itu, Wutang berusia 11 tahun, sedangkan Shaotang baru 8 tahun. Mereka duduk berdua di atas bangunan yang masih dalam tahap konstruksi. Shaotang menatapnya dengan heran dan bertanya, Kenapa kau diam saja saat dipukuli? Dengan alasan yang terdengar agak dipaksakan, Wutang menjawab bahwa ia sengaja mengalah. Ia ingin membiarkan mereka merasa menang sekarang, hanya agar bisa memberi mereka rasa sakit yang lebih besar di lain waktu.

Shaotang lalu memberitahu Wutang tentang ajaran ayahnya—bahwa setiap orang memiliki satu senjata unik yang berbeda dari orang lain. Ia menegaskan bahwa senjata Wutang bukanlah fisik yang kuat, melainkan kecerdasan otaknya.

Mendengar hal itu, hari demi hari Wutang mulai mengalihkan fokusnya. Ia tak lagi meratapi kelemahannya, melainkan berusaha mengasah kelebihannya. Sejak saat itu, ia bertekad untuk menjadi pantas berdiri di sisi Shaotang, yang kelak akan menjadi penerus pimpinan Klan Lu. Berkat kecerdasannya, akhirnya Wutang dijuluki dan diakui sebagai otak organisasi Klan Lu.

Kini, kembali ke masa sekarang, Wutang sadar bahwa ia memiliki banyak utang budi kepada Klan Lu. Dengan tekad yang membara, ia bersumpah akan melenyapkan siapa pun yang berani mengusik kedamaian Shaotang, putri dari mendiang pimpinan Klan Lu.

6. Bermain Kartu Setan

Wutang dan Tim Sakamoto menghitung hasil chip dari kemenangan mereka bermain judi di kasino. Hasilnya, mereka sama-sama mengumpulkan chip sebanyak 87.630. Karena imbang, Wutang menantang Tim Sakamoto untuk bermain poker. Namun, Sakamoto dan Shin mengaku tidak tahu aturan bermain poker. Wutang tampak jengkel dan bertanya-tanya sebenarnya permainan judi apa yang mereka bisa mainkan.

Akhirnya, Wutang memutuskan untuk bermain Kartu Setan. Sakamoto, Shin, Shaotang, Wutang, Ijun, dan Wawan duduk di sebuah meja untuk bermain. Mereka masing-masing memiliki enam kartu di tangan dan akan saling mengambil satu kartu dari peserta lain secara bergantian. Orang terakhir yang mendapatkan kartu joker akan kalah.

Shin terkejut melihat raut wajah Shaotang yang menangis dan yakin bahwa kartu joker ada padanya. Wutang memulai permainan dengan memilah enam kartu di tangan Shaotang. Ia tidak mengambil kartu yang membuat Shaotang menangis, melainkan memilih kartu yang membuatnya senang. Ternyata, Wutang sengaja merebut kartu joker dari Shaotang.

Wutang kemudian mempersilakan Shin mengambil enam kartu di tangannya. Ia menantang kemampuan esper Shin yang mampu membaca pikiran. Saat Shin mencoba membaca pikiran Wutang, otaknya mengalami overload karena terkena banjir arus informasi, dan akhirnya ia pingsan.

Wutang pun membenarkan dugaannya bahwa Shin hanya mampu membaca pikiran sadar yang diverbalkan, alias hanya jika seseorang berkata dalam hati. Oleh sebab itu, saat Wutang mengaktifkan mode alam bawah sadarnya, Shin kewalahan.

Ijun kemudian menyuruh Sakamoto mengambil kartunya. Sakamoto mengambil satu kartu, tetapi saat melihat bahwa itu adalah joker, tangannya bergerak cepat untuk mengembalikan kartu ke Ijun dan mengambil kartu lain tanpa disadari oleh Ijun, berkat kecepatan tangannya yang luar biasa. Wutang menyadari aksi Sakamoto tetapi tak bisa membuktikannya. Namun, ia mengancam akan mendiskualifikasi Sakamoto jika melihat tanda-tanda kecurangan sekali lagi.

Pada akhirnya, peserta yang tersisa hanyalah Wutang dan Sakamoto. Wutang memiliki satu kartu tersisa dan bertugas mengambil salah satu dari dua kartu di tangan Sakamoto. Wutang kemudian memuji poker face Sakamoto. Namun, Sakamoto tidak membiarkan Wutang begitu saja memilih kartu As dan mengabaikan kartu Joker. Sakamoto lalu menggenggam erat kartu as, memaksa Wutang mengeluarkan tenaga ekstra untuk merebutnya.

Saat Wutang menggunakan kedua tangannya untuk merebut kartu dari Sakamoto dan kedua kakinya untuk menekan lutut lawannya, ia mengerahkan seluruh tenaganya. Namun, di saat yang sama, Sakamoto dengan gesit menukar kartu As yang dipilih Wutang dengan kartu Joker sebelum melepaskan pegangannya. Akibatnya, Wutang terpental ke belakang. Terkejut mendapati kartu Joker di tangannya, ia segera menuduh Sakamoto telah menukarnya.

7. Pemberontakan

Sakamoto kemudian ditodong pistol di kepala, baik di sisi kanan maupun kirinya, oleh Hamdan dan Bahrun. Bahkan, Ismet juga menodongkan pistol ke kepala Wutang. Wutang menatap anak buahnya dengan penuh tanya, lalu bertanya kepada Ismet, "Kenapa kalian memberontak?"

Ismet menjawab dengan tegas, "Kami sudah muak dengan kepemimpinanmu. Harus menemanimu jauh-jauh dari Tiongkok ke Jepang hanya untuk main-main? Sebagai mafia, jika kami menginginkan sesuatu, seperti merebut Shaotang, kami hanya perlu merampasnya. Tidak perlu repot bermain-main seperti yang kau lakukan." Semua mafia di ruangan itu mengangguk setuju dengan perkataannya.

Melihat Wutang yang tampak pasrah dan siap dibunuh di hadapan anak buahnya sendiri, Sakamoto menegurnya. "Apa kau menyerah secepat ini? Apa kau tak ingin terlihat keren di hadapan Shaotang—orang yang kau sukai?" Wutang tercengang. Kata-kata Sakamoto mengingatkannya pada Shaotang, yang pernah memuji kecerdasan otaknya.

Dalam keadaan berlutut dan ditodong dua pistol di kepalanya oleh anak buahnya sendiri, Wutang berbicara kepada Sakamoto. "Kau tak perlu sok menasihati," ujarnya datar. Lalu, ia memberitahu anak buahnya, "Jika kalian menarik pelatuk itu, tangan kalian akan meledak," katanya dengan nada tenang. Seisi ruangan sontak panik. Para mafia yang mengenal Wutang tahu betul bahwa ia selalu waspada dan penuh perencanaan.

Di tengah kepanikan yang membuat semua lengah, Sakamoto bergerak cepat. Dalam sekejap, ia memiting leher para mafia satu per satu hingga mereka pingsan. Ia kemudian meraih beberapa kartu poker dan melemparkannya seperti shuriken, membuat setelan jas para mafia tersobek.

Tak berhenti di situ, Sakamoto melempar tiga bola biliar ke udara, lalu menggunakan tongkat biliar untuk memukulnya dengan presisi. Bola-bola itu menghantam puluhan mafia, menjatuhkan mereka dalam sekali pukulan. Ia terus mengulang aksinya hingga semua mafia di ruangan tumbang.

Di sisi lain, Wutang menembakkan pistolnya ke arah Ismet, sengaja meleset, hanya untuk membuatnya semakin ketakutan. "Kalian semua bodoh! Apa kalian percaya begitu saja?" ujarnya tajam. "Gertakan adalah dasar keahlianku dalam berjudi." Sakamoto pun baru menyadari bahwa Wutang telah berbohong. Skenario yang ia sebutkan sebelumnya—bahwa ia telah menyiapkan rencana jika anak buahnya memberontak dengan memasang pistol yang akan meledak saat pelatuknya ditekan—ternyata hanyalah gertakan semata.

Wutang kemudian menatap Sakamoto. Aku kalah dalam pertarungan kita, Sakamoto. Aku telah membuat Shaotang dalam bahaya... Aku tak pantas melindunginya. Sakamoto langsung memotong ucapannya.Aku tak paham soal pantas atau tidak, ujarnya, "tapi aku mengerti perasaan ingin melindungi seseorang yang kau sayangi." Wutang terdiam, lalu tersenyum lega mendengar kata-kata Sakamoto.

8. Wutang Beritahu Informasi ke Sakamoto

Di toserba, Wutang memberi tahu Sakamoto bahwa orang yang telah menaruh bounty di kepala Sakamoto adalah Slur. Shin mengaku sudah mengetahui informasi itu, sementara Shaotang menanyakan lokasi Slur. Namun, Wutang mengaku tidak memiliki informasi lain mengenai Slur. Shaotang, Sakamoto, dan Shin merasa kecewa, seolah mereka telah membuang waktu bertarung dengan Wutang di kasino.

Wutang meminta mereka mendengarkan omongannya sampai selesai. Meskipun Slur penuh misteri, Wutang memiliki petunjuk tentangnya. Ia menceritakan bahwa beberapa hari lalu terjadi kasus pembunuhan di sebuah penjara di Asia Tenggara.

Empat tahanan yang divonis hukuman mati ditemukan tewas secara mengenaskan, bahkan salah satu jasadnya dikepal hingga menjadi bola kecil. Di dinding sel mereka, terdapat huruf "X" yang dilukis menggunakan darah—ciri khas Slur.

Berdasarkan informasi dari kenalan Wutang yang bekerja dalam jual beli mayat, baru-baru ini ditemukan beberapa jasad di Jepang yang tewas secara mengenaskan, dengan salah satu tubuhnya juga dikepal hingga menjadi bola kecil. Cara pembunuhannya mirip dengan empat tahanan yang dieksekusi di Asia Tenggara sebelumnya.

Wutang menyimpulkan bahwa keempat tahanan tersebut telah memalsukan kematian mereka dan kini bersembunyi di Jepang. Mendengar hal itu, Sakamoto, Shin, dan Shaotang tercengang dan mulai memikirkan sesuatu.

9. Kashima Sewa 4 Hitman

Di sebuah kafe, Kashima, yang mengenakan topeng rusa, menemui empat pembunuh bayaran yang disewanya bernama Dump, Saw, Apart, dan Minimalist. Dump menatap Kashima lalu berkata, 'Jadi, kau orang yang telah membantu kami kabur dari penjara di Asia Tenggara?

Tanpa banyak bicara, Kashima membagikan empat lembar kertas kepada mereka, masing-masing berisi biodata Osaragi, Shishiba, Nagumo, dan Sakamoto. Ia kemudian menginstruksikan bahwa keempat orang dalam daftar itu adalah target yang harus dibunuh karena telah mengganggu organisasinya saat di Museum Okutabi.

Saw tertawa kecil. "Aku kira orang Jepang kaku, ternyata suka bercanda. Masa sih orang gendut bernama Sakamoto itu, yang tampak lemah, juga bikin organisasimu kesulitan?" ejeknya. Namun, Kashima segera memperingatkan mereka agar tidak meremehkan keempat orang dalam daftar tersebut. "Jika kalian lengah, kalian bisa kehilangan nyawa," katanya serius.

Merasa tersinggung, Minimalist menatap Kashima dengan dingin. "Jadi, kau pikir kami akan mati jika lengah melawan si gendut dan tiga temannya itu?" katanya. Tanpa menunggu jawaban, ia melampiaskan amarahnya dengan meremas meja kafe menggunakan kedua tangan hingga besinya melentur, lalu mengepalkannya hingga membentuk bola seukuran bola sepak. "Aku akan menghabisi mereka dalam waktu sebulan saja," ujarnya dengan penuh keyakinan.

Setelah Dump, Saw, Apart, dan Minimalist pergi, Kashima terdiam. Ia tahu bahwa keempat orang yang baru saja disewanya bukanlah pembunuh bayaran biasa. Mereka tidak membunuh demi pekerjaan—mereka hidup untuk membunuh. Menurut Kashima, orang-orang seperti mereka pantas dicap sebagai penjahat dan harus diberantas hingga ke akar-akarnya.

Namun, ini adalah keputusan Slur, sosok yang sangat dihormatinya. Lagipula, setelah kekalahannya dari Sakamoto, Kashima tak punya pilihan lain selain mengikuti rencana Slur hingga akhir.

10. Sakamoto Siap Hadapi Psikopat

Di toserba, Wutang mengaku khawatir akan bahaya yang mungkin menimpa Sakamoto. Ia berniat membawa pulang Shaotang ke Tiongkok serta menyuruh Sakamoto dan Shin melarikan diri.

Namun, Sakamoto langsung menanggapi, "Jika kita bisa bertemu dengan empat psikopat yang kabur dari penjara di Asia Tenggara, itu berarti kita juga bisa mendapatkan lebih banyak informasi tentang Slur."

Shin menimpali, "Sebaiknya kita segera mengurus mereka sebelum JAA ikut campur." Sementara itu, Shaotang membuka smartphonenya dan berkata, "Aku akan menyuruh Mashimo untuk berjaga-jaga."

Melihat reaksi mereka yang tampak santai, Wutang semakin panik. "Apa kalian tidak mendengar ceritaku? Lawan kalian kali ini adalah psikopat! Mereka berbeda dari pembunuh bayaran dan mafia biasa!" serunya.

Namun, Sakamoto tetap tenang. "Kalau mereka memang seberbahaya itu," katanya, "maka kami tidak bisa membiarkan mereka berkeliaran lebih lama lagi."

Post a Comment